KonsultasiSyariah.com mengucapkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H
Taqabalallahu minna wa min-kum
“Semoga Allah menerima amal kami dan amalanmu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Puasa itu pada hari kalian semua berpuasa, ‘Idul Fitri itu pada hari kalian ber-idul fitri, dan ‘Idul Adha itu pada hari kalian ber-Iidul Adha.”
Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi (no. 694), Imam Ibnu Majah (no. 1660). Lihat Irwa’ul Ghalil (no. 905) dan Silsilah ash-Shahihah (no. 224), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Dari Jubair bin Nufair, ia berkata, “Dahulu para sahabat Nabi shalallahu’alaihi wasallam mengucapkan ‘Taqabbalallahu minna wa minkum’ ketika saling bertemu di hari Idul Fitri.” Al-Hafidz (Ibnu Hajar) berkata tentang riwayat ini, “Sanadnya hasan.”
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tidak mengapa hukumnya bila seseorang mengucapkan kepada saudaranya saat Idul Fitri, ‘Taqobbalallahu minna wa minkum’.” Demikian yang dinukil Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat di hari raya sebagaimana banyak diucapkan oleh orang-orang? Seperti ‘indaka mubarak (semoga engkau memperoleh barakah dihari Idul Fitri) dan ucapan yang senada. Apakah hal ini memiliki dasar hukum syariat ataukah tidak? Jika memiliki dasar hukum syariat bagaimana seharusnya ucapan yang benar?”
Beliau rahimahullah menjawab,
“ Adapun hukum tahniah (ucapan selamat) dihari raya yang diucapkan satu dengan yang lainnya ketika selesai shalat ied seperti
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ , وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك
“Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu ‘alaik” (Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian dan semoga Allah menyempurnakannya atasmu), dan yang semisalnya, telah diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwasanya mereka melakukannya dan para imam memberi keringanan perbuatan ini seperti Imam Ahmad dan yang lainnya. Akan tetapi Imam Ahmda berkata, “Aku tidak akan memulai mengucapkan selamat kepada siapa pun. Namun jika ada orang yang memberi selamat kepadaku akan kujawab. Karena menjawab tahiyyah (penghormatan) adalah wajib. Adapun memulai mengucapkan selamat kepada oranglain maka bukanlah bagian dari sunnah yang dianjurkan dan bukan pula sesuatu yang dilarang dalam syariat. Barangsiapa yang melakukannya maka ia memiliki qudwah (teladan) dan orang yang meninggalkan pun juga memiliki qudwah (teladan). Wallahu a’lam. (Al-Fatawa Al-Kubra, 2/228)
Syaikh Ibnu Ustaimin ditanya,
“Apa hukum tahniah (ucapan selamat) di hari raya? Apakah ada bentuk ucapan tertentu?”
Beliau rahimahullah menjawab,
“Hukum tahniah (ucapan selamat) di hari raya adalah boleh dan tidak ada bentuk ucapan tertentu yang dikhususkan. Karena (hukum asal-pen) setiap adat kebiasaan yang dilakukan orang itu boleh selama bukan perbuatan dosa.”
Dalam kesempatan lain beliau rahimahullah juga ditanya,
“Apa hukum berjabat tangan, berpelukan dan saling mengucapkan selamat hari raya ketika selesai shalat ied?”
Beliau rahimahullah menjawab,
“Hukum semua perbuatan ini tidaklah mengapa. Karena orang yang melakukanya tidak bermaksud untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Melainkan hanya sekedar melakukan adat dan tradisi, saling memuliakan dan menghormati. Karena selama adat tersebut tidak bertentangan dengan syariat maka hukumnya boleh.” (Majmu’Fatawa Ibni Utsaimin, 16/ 208-210)
Sumber: http://www.islamqa.com/ar/cat/2033#6080
Penerjemah: Tim Penerjemah Muslimah.or.id
Muroja’ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal
🔍 Menghajikan Orang Tua, Pertanyaan Tentang Taubat, Air Kencing Bayi Najis, Cara Menghitamkan Jidat, Perbedaan Infaq Dan Shadaqah, Download Doa Ziarah Kubur